Drug Trafficker dari Cianjur
Oleh : Irfan Budiman, Rian Suryalibrata, dan Upik
Supriyatun.
Ola dan dua sepupunya divonis mati oleh
pengadilan tanggerang. Sudah berkali-kali dia mengekspor-impor narkotik. Tapi
dia mengaku dipaksa suami. Vonis mati yang diketuk majelis hakim pimpinan Asep
Iwan Iriawan di Pengadilan Negri Tanggerang membuat raut wajah Merika Franola
alias Ola tampak cerah, meski ada rona merah di kedua sudut matanya karena
habis menangis. Rani Adriani, sepupu Ola, agaknya sulit melupakan vonis mati
itu. Sambil menunggu putusan banding, kedua bersaudara poitu mengisi hari-hari
beribadah dan berkebun di Lembaga Permasyarakatan Wanita Tanggerang.
Jalan hidup Ola memang berliku. Tamat SMA
dia menjadi disk jocker dan
memperoleh anak akibat berhubungan intim dengan seorang pria. Untuk menghidupi
anaknya yang berusia tujuh tahun saat itu, ia bekerja menjadi disk jocker di berbagai diskotik di
Jakarta.
Pada Oktober 1997, Ola bertemu dengan
Tajudin, pria asal Nigeria, yang mengaku seorang pembisnis pakaian. Seiring
berjalannya waktu, Ola dan Tajudin terjalin dalam hubungan perkawinan. Namun, beberapa tahun berlalu perangai kasar Tony
mulai terlihat. Tony tak segan menyiksa Ola hingga dirawat di Rumah Sakit Azra
selama seminggu. Menjelang kelahiran anak pertama, Ola mulai mengetahui sosok
Tony yang sebenarnya. Bisnis pakaian dihentikan, Tony kembali ke bisnis aslnya:
narkotik.
Ola
terpaksa menjadi pengedar narkoba bisnis suaminya karena takut disiksa. Ia
tidak mendapat bagian apapun, kalaupun mendapat bayaran, uang tersebut habis
untuk mengobati bekas siksaan Tony. Akhirnya posisi Ola berangsur meningkat
menjadi drug trafficker, seorang
pengatur lalu-lintas narkotik jenis heroin dan kokain. Dari pekerjaan itu, Ola
mendapat penghasilan US$ 200 untuk setiap mengirim kurir ke luar negri.
Beberapa
tahun berlalu, perekonomian Ola dan Tony semakin membaik dan beberapa kerabat
dekatnya yang kesulitan meminta bantuan kepada mereka. Oleh Tony, mereka
dijadikan kurir yang mengantarkan narkotik ke luar negri diantaranya adalah
Rani dan Deny. Kedua orang tersebut mengaku tidak sadar telah dimanfaatkan
sebagai kurir narkotik, namun akhirnya sadar juga dengan resiko pekerjaan yang
dijalani.
Tanggal
12 Januari 2003, Aksi Ola dan kedua sepupunya yang menyelundupkan narkotik
akhirnya tercium petugas, Kepolisian Daerah Metro Jaya. Dari dalam koper dan
tas tangan yang dibawa Rani, petugas menemukan 3,5 kg heroin, sementara Deny
diperoleh 3kg kokain. Ola sendiri ditangkap petugas saat parkir mobil di
bandara dan ditemukan 3,6 kg heroin di rumahnya yang disimpan di dalam plastik dan
sekotak minuman bubuk Nutrisari.
Pada
hari yang sama, Tony dan keempat temannya tewas dalam baku tembak dengan polisi
yang menyergap. Menurut Alex Bambang, yang memimpin operasi penangkapan Ola dan
sepupunya di Cingkareng, Ola terhitung pemain sandiwara yang handal. Alex
mengaku tak percaya kalau keterlibatan Ola dalam perdagangan narkotik semata
karena terpaksa.
No comments:
Post a Comment