Kehidupan Suku Dayak Kenyah dan Modang Dewasa Ini
Inventaris Sebuah Proses Pemiskinan
Daerah Suku Dayak Kenyah dan Modang berada di wilayah
Kecamatan Ancalong, di sebelah kiri Sungai Kelinjau, anak Sungai Mahakam. Suku
Kenyah dan Modang awalnya satu suku, namun semua berubah setelah adanya
pengarug agama kristian tahhun ’30-an oleh misionaris Belanda. Kejutan sosial
paling dahsyat sejak mereka keluar dari daerah asalnya adalah dari sektor
ekonomi. Kepala keluarga rata-rata menghasilkan 200-400 bek padi ‘a 400-600 rp.
Mereka sangat bergantung pada perahu pedagang dengan tengkulak-tengkulak dari
kota atau kecamatan setempat yang mempermainan harga pasar. Akibatnya,
penjualan hasil pertanian penduduk dayak menjadi tidak berarti dan hanya cukup
untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
Disamping itu, Sektor kebudayaan dalam kehidupan suku dayak
pun mengalami kegoncangan. Fenomena yang menyolok dalam masalah ini adalah
musnahnya Lamin. Lamin yang merupakan manifestasi dari kata pemerintahan serta
merupakan titik sentral dari aktivitas kehidupan mereka dalam ruang penghayatan
kebersamaan yang eksistensial, akhirnya teredusir menjadi bangunan megah yang
mati karena setiap keluarga saat ini memiliki rumahnya sendiri-sendiri. Dimensi
religius serta nilai-nilai sosial dan peristiwa kesenian yan tadinya berjalan
sehari-hari dalam aktivitas kehidupan merekan pun kini tergilas oleh orientasi
ideal yang berlandaskan sistem nilai kebudayaan kota.
Proses pemiskinan yang mereka alami adalah proses pemiskinan
nilai secara keseluruhan di tiap sisi kehidupan, bukan hanya masalah kemiskinan
yang umumnya diidentifisir dai sektor ekonomi. Mereka menjual kebuadayaan
mereka yang laku kepada orang kota. Titik ekstrimnya mereka menjadi pengemis
dihadapan turis-turis asing seperti yang terjadi pada penduduk Nias dan Trunyan
(Bali).
Secara ekstrim dapat dikatakan bahwa yang terjadi pada suku
dayak saat ini tidak lain dari sebuah proses pemusnahan eksistensi sekelompok
manusia dalam dimensi masalah kultural. Ini yang menyeret mereka ke dalam
bencana yang lebih tragis jika dibandingkan dengan kemiskinan yang terjadi di
beberapa desa di Bali atau Jawa dimana mereka masih dapat bergerak dalam
kerangka kehidupan nilai-nilai budaya mereka sendiri meskipun tingkat kehidupan
ekonomi mereka sangat rendah.
Terciptanya semua masalah itu, baik yang terjadi secara
mikro di desa ataupun secara makro di Negara ini membuktikan bahwa masyarakat
kita masih berada dalam kondisi arkhanis, tidak ada yang superior antara yang
satu dengan yang lainnya.
No comments:
Post a Comment